Thalassaemia


Hingga kini, penyakit ini masih belum ditemukan obatnya. Penderitanya di Indonesia sudah mencapai lima ribuan orang. Namun, masih banyak orang yang asing mendengar kata Thalassaemia. Apa itu Thalassaemia?
"Thalassaemia itu kelainan sel darah merah dan merupakan penyakit bawaan," ujar Ketua Harian Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassaemia Indonesia, Ruswandi, di Silang Monas, Jakarta.
Kelainan tersebut membuat sel darah merah yang bertugas mengantarkan oksigen ke jaringan tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, sering kali penderita Thalassaemi terlihat pucat dan mudah lemas. Penyakit Thalassaemia termasuk anemia hemolitik yang ditandai oleh pembesaran limpa dan hati.
Thalassaemia terdiri dari dua tipe, yaitu: 1. Thalassaemia trait/pembawa sifat (carrier) yang mana penderita tidak mengalami gangguan kesehatan. 2. Thalassaemia mayor yang mengalami gangguan kesehatan dan perlu transfusi darah selama hidupnya karena sel darah umurnya pendek. "Thalassaemia carrier itu fisiknya terlihat sama seperti orang sehat, beda dengan mayor yang mudah lemas dan terlihat pucat," ujar Ruswandi.
Pada manusia normal sel darah merah akan pecah dalam kurun waktu waktu 120 hari. Namun, dalam penderita Thalassaemia Mayor sel darah merah pecah antara 20-30 hari.
Pengobatan hanya diperuntukkan Thalassaemia Mayor saat ini baru dengan tiga cara: 
1. Transfusi darah tiap bulan sekali selama seumur hidup.
2. Memberikan obat kelasi besi untuk menetralisasi zat yang menumpuk akibat transfusi darah yang dilakukan secara terus-menerus.
3. Transplantasi sum-sum dari saudara kandung, namun hal ini mempunyai persyaratan kesehatan yang sangat ketat.
Pencegahan hanya bisa dilakukan untuk penderita Thalassaemia Carrier. Caranya dengan menghindari pernikahan antar sesama penderita carrier. Jika pasangan itu dua-duanya punya thalassaemia carier, 25 persen bisa jadi anaknya akan kena yang akut (Positif Thalassaemia Mayor),
Saat ini, terdapat 1.494 penderita Thalassaemia yang berobat di Pusat Thalassaemia RSCM. Sedangkan di seluruh Indonesia mencapai 5.000 penderita.